Assalamu'alaikum.
Beberapa waktu yang lalu aku akhirnya bisa khatam membaca sebuah novel. Tenang, ini bukan novel erotis, kok. Soalnya kan aku masih di bawah umur. Muehehehe. 🙈
Novel yang baru aja aku baca ini judunya The Hate U Give. Novel ini menceritakan tentang seorang gadis kulit hitam yang menjadi satu-satunya saksi pembunuhan seorang temannya yang dilakukan oleh polisi.
Sekilas ceritanya pasti mengingatkan kita semua akan tragedi yang terjadi tahun lalu. Tapi faktanya novel ini gak terinspirasi oleh tragedi tahun lalu, melainkan terinspirasi oleh beberapa tragedi serupa yang terjadi beberapa tahun sebelum novel ini terbit. Toh ini terbit sejak 2017. Tiga tahun sebelum tragedinya George Floyd gitu lho, Reeeek 😱. Itu artinya sejak dulu, sekarang, dan kemungkinan sampai kedepannya tindakan rasis masih tetap eksis. 😭
Sebenarnya di postingan kali ini aku gak mau bahas tentang tindakan rasis yang terjadi di novel maupun di kehidupan nyata. Melainkan pengen bahas tentang salah satu quote yang aku suka di novel itu.
"Kadang-kadang kita melakukan semuanya dengan benar tapi tetap saja ada masalah. Kuncinya adalah jangan pernah berhenti berbuat benar." (The Hate U Give, 167)
Sederhana banget. Tapi pasti kita semua pernah mengalami hal seperti itu, bukan? Sudah berusaha berlaku benar, tapi ternyata masih tetap aja ada masalah 😅. Memang begitulah hidup. Kita bisa berusaha, tapi tetap Tuhan yang menentukan hasilnya.
Ngomong-ngomong aku pernah melakukan hal yang aku anggap benar, tapi hasilnya tetap gak sesuai keinginanku. Aku berusaha menjaga kehamilanku sebaik mungkin, tapi ternyata masih ada aja masalah.
Tolong jangan kasihani aku 😂. Toh kejadiannya sudah hampir dua tahun lewat. Aku juga sudah ikhlas. Walaupun jujur, sampai sekarang masih belum bisa lupa kejadiannya.
Semua bayi dan anak kecil itu lucu dan menggemaskan. Tapi sekarang aku belum bisa berada dekat dengan mereka. Setiap kali dekat dengan mereka, kenangan itu muncul kembali. Aku teringat akan kondisi lorong yang sepi saat itu, hanya diisi aku dan beberapa keluarga besarku. Lalu suamiku keluar dari ruang NICU dengan matanya yang memerah. Aku tau dia sudah berusaha menguatkan diri, tapi kelihatannya pertahanannya sudah mulai runtuh. Dia berjalan mendekat ke arahku dan berkata lirih sambil menangis, "Anak kita sudah nggak ada."
Perih rasanya ditinggal sosok yang sudah kami nanti-nantikan dan sudah kami sayang sepenuh hati. Sakit juga ketika melihat orang yang paling aku cintai, suamiku, menangis. Lalu teringat lagi setelah itu aku masuk ke ruang NICU untuk mencium anakku untuk pertama kalinya. Iya, aku baru bisa dan baru boleh memegang dan mencium anakku ketika nyawanya sudah tidak ada. Aku ciumi dia yang sudah dingin sedingin es dari atas puncak kepalanya sampai ujung kakinya.
Aku sudah ikhlas dengan kepergiannya. Tapi kenangan sedihnya itu masih menghantui. Iya, banyak yang bilang aku terlalu lebay karena itu. Tapi serius, kenangan itu selalu datang seperti kejadian itu baru terjadi tadi pagi dan memaksaku untuk menangis setiap kali aku dekat dengan bayi atau anak kecil.
Sebut saja aku lebay, gakpapa. Tapi jangan paksa aku lupa, susah soalnya. Apalagi mengasihaniku, jangan, aku gak mau kelihatan menyedihkan. Lebih baik abaikan saja aku, berpura-puralah gak ada apapun yang terjadi ketika kalian lihat aku sesenggukan di samping anak kecil. Itu lebih baik daripada dikasihani. Yang aku tahu hanya satu: aku belum siap berada dekat dengan bayi ataupun anak kecil. Atau bahkan yang terparah adalah aku belum siap untuk hamil lagi, karena traumaku belum sembuh benar.
Saat itu aku sudah berusaha sebaik mungkin, sebenar mungkin, untuk kebaikan kehamilanku dan bayi yang ada di perutku. Tapi ternyata hasilnya tidak sesuai keinginanku. Inginku bisa bahagia dengan bayi yang sudah aku lahirkan, tapi keputusan Tuhan adalah mengambil bayiku. Aku tau keputusan Tuhan selalu benar, keputusan Tuhan selalu baik.
Yang perlu aku lakukan sekarang hanyalah terus berlaku benar, dan yakin kalau yang sudah terjadi adalah yang terbaik untukku. Tuhan kan baik, pasti Dia tau apa yang terbaik bagi masing-masing hamba-Nya dan tau juga batas kemampuan hamba-Nya untuk mengatasi masalahnya. Jadi aku yakin sekali kalau suatu saat aku pasti bisa lepas akan masalahku ini, trauma yang selalu menghantui.
Gak semudah kelihatannya, memang. Tapi aku yakin pasti aku pasti bisa melewatinya. Begitu juga kalian. Aku yakin kalian pasti bisa melalui masalah kalian masing-masing. Kuncinya, terus saja lakukan hal yang benar. Kalau masalah itu tetap terasa berat, maka katakan, "Hai masalah besar, aku punya Tuhan Yang Maha Besar." 🥺
Wassalamu'alaikum. 🙂
Iya.. masih di bawah umur
BalasHapusDi bawah 50 tahun kan mbak hahahaaa
btw selamat atas blog baru nya nihh :))
Tapi tampang masih kelihatan 17 kan, Dooo? Hehehe 🤭
HapusTimakasi Dodo atas ucapannya. 😁
Hey Roem, salam kenal ya.
BalasHapusJadi ikut sedih bacanya, ternyata mbak Roem pernah punya anak tapi sayangnya sudah meninggal ya. 😭
Memang sedih ditinggal anak apalagi jika itu anak yang sudah dinantikan, semoga saja segera mendapatkan anak lagi ya Roem, tetap semangat.😃
Aamiin 🤲. Terima kasih doanya, Mas Agus
Hapus😄
Aku juga pernah mengalami kejadian yang mirip seperti itu, istriku keguguran dua kali, mana itu anak pertama dan kedua. Makanya begitu hamil ketiga kali istriku langsung pulang kampung dan cuma kerjanya makan sama tidur saja soalnya kata dokter kandungannya lemah jadi harus full istirahat.
HapusAlhamdulillah akhirnya anak yang ketiga jadi dan sekarang sudah kelas tiga SD. Insya Allah mbak Roem nanti juga punya anak.😀
Kak Roem, Kakak strong banget bisa sampai di titik sekarang ini. Kejadian itu pasti nggak mudah dilupakan :( Kak Roem, tetap semangat! Aku percaya waktu Tuhan pasti yang terbaik, begitu juga waktu Tuhan untuk Kak Roem.
BalasHapusTerima kasih, Lia ☺️
Hapusaku yakin kalau mba roem wanita strong.
BalasHapusbig hug duluahh dari jember
Peluk virtual, Mbak Ainun. 😁
Hapus